SERATLONTAR – Hubungan antara muslim Indonesia dengan muslim Arab telah berjalan sejak lama. Pada kisaran abad tujuh belas sampai dua puluh awal, Makkah menjadi tempat persinggahan bangsawan dan ulama Nusantara untuk menggali ilmu. Ulama terkemuka yang pencapaiannya sampai menjadi imam masjidil haram salah satunya ialah Syekh Ahmad Khatib Al-Minankabawi.
Menarik kiranya artikel ini mengulas kisah hidup beliau. Mengingat tidak mudahnya kualifikasi keilmuan menjadi imam di masjid paling berpengaruh di seluruh dunia ini. Simak penjelasannya berikut ini:
Kelahiran dan Silsilah
Melansir dari lajnah.kemenag.go.id, Syekh Ahmad Khatib Al-Minankabawi , lahir 26 Juni 1860 di Koto Tuo Balai Gurah, Kecamatan IV Angkat Candung, Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Ia adalah seorang ulama terkemuka Indonesia yang mempunyai pengaruh besar di dunia Islam, khususnya di Mekkah.
Nama lengkap beliau adalah hmad Khatib bin Abdul Latif bin Abdullah bin Abdul Aziz al-Minangkabawi al-Jawi al-Makki asy-Syafi’i al-Asy’ari.
Melansir dari umsb.ac.id, Ahmad Khatib adalah anak dari Abdul Latif bin Abdullah, seorang bangsawan dan dari keluarga ulama. Kakeknya Abdullah juga dikenal sebagai Imam di daerah tersebut. Keluarganya memiliki tradisi keilmuan yang kuat, yang menjadi dasar pendidikan dan pemikirannya.
Adapun ibu beliau bernama Limbak Urai, merupakan anak dari Tuanku Nan Rancak, ulama besar pada zaman perang Paderi. Beliau memiliki lima saudara kandung dan enam belas saudara seayah.
Sebagai pengantar, melansir dari sma13smg.sch.id, perang Paderi (1803-1838 M) merupakan peperangan yang terjadi di wilayah Minangkabau, Sumatera Barat. Perang tersebut melibatkan kaum ulama dan kaum adat yang disokong oleh Belanda.
Sejarah Pendidikan Syaikh Ahmad Khatib
Pendidikan awal Ahmad Khatib dimulai di Kweek School Fort de Kock, tempat ia menerima pendidikan formalnya. Selain itu, ia belajar agama di bawah bimbingan ayahnya dan menghafal Al-Quran.
Beliau Berangkat ke tanah suci pada usia yang masih menginjak sebelas tahun, bersama dengan ayah dan pamannya, Abdul Gani. Tepatnya pada tahun 1871, Ahmad Khatib pergi ke Makkah tidak lain untuk menunaikan ibadah haji dan menimba ilmu.
Setelah haji, ia memilih untuk tetap tinggal di Mekah untuk melanjutkan pendidikannya di Masjidil Haram, di mana ia belajar di bawah bimbingan berbagai ulama terkemuka. Menurut catatan laduni.id, tiga guru beliau ialah: Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, Muhammad Al-Kurdi, Sayyid Abu Bakar Syata. Selain itu, guru beliau lainnya adalah Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makky, dan Syekh Abdul Hadi.
Hasil dari ikhtiarnya dalam menuntut ilmu di tanah suci, beliau berhasil menguasai ilmu-ilmu agama dan umum seperti: Al-Quran, Hadis, ilmu falak, fiqih, ushul, Aljabar (matematika), tarikh, ilmu waris, dan ilmu ukur. Menurut catatan pada laman id.wikipedia.org, beliau juga menguasai bahasa Inggris. Meski belum teruji kebenarannya, mengingat latar belakang sejarah konflik di tanah kelahirannya yang penuh dengan konflik kepentingan.
Terlebih juga dengan dinamika geopolitik dunia kala itu yang masih dalam kungkungan penjajahan, tidak menutup kemungkinan Syekh Ahmad Khatib turut mengikuti perkembangan itu. Beliau juga turut memendam benih-benih perjuangan melawan penjajahan. Hal tersebut dapat dilihat dengan jaringan ulama nusantara dari murid-murid beliau yang memiliki peran besar terhadap pergerakan di tanah air.
Keahlian dan Keilmuan
Ahmad Khatib dikenal sebagai ahli dalam berbagai bidang keislaman antara lain fiqh, tafsir, dan hadis. Dia adalah seorang mufti Syafii dan memiliki pemahaman yang mendalam tentang hukum Islam. Sebagaimana telah dikatakan sebelumnya, beliau juga menguasai ilmu-ilmu umum.
Keahliannya inilah yang membawanya diangkat menjadi Imam dan Khatib Masjidil Haram. Posisi ini sangat bergengsi dan diperuntukkan bagi mereka yang memiliki pengetahuan tingkat lanjut.
Karya Semasa hidupnya
Ahmad Khatib meninggalkan banyak karya yang berkontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan Islam. Salah satu karyanya yang terkenal adalah Tafsir al-Khatib al-Makki, sebuah tafsir Al-Quran.
Selain itu, ia juga menulis nazam (puisi) berjudul Sirah Sayyid Walad Adam yang menggambarkan kehidupan Nabi Muhammad SAW. Karya-karya ini menunjukkan komitmennya terhadap pendidikan dan penyebaran ilmu pengetahuan di kalangan umat Islam.
Kitab kitab lainnya yang beliau tulis antara lain: Al-Jauhar An-Naqiyah Fi Al-A’mal Al-Jaibiyah, Raudatul Hussab Fi ‘Ilmil Hisab, Iqna’un Nufus, Dhau Al-Siraj Berbahasa Melayu.
Dakwah di Mekkah
Selama tinggal di Mekah, Ahmad Khatib menjabat sebagai Imam dan Khatib di Masjidil Haram serta menjadi guru di sebuah lembaga pendidikan Islam. Posisi ini mengukuhkan statusnya sebagai salah satu ulama terkemuka Mekah pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Ia dikenal dengan standar moral yang tinggi dan komitmennya dalam menanamkan nilai-nilai Islam kepada murid-muridnya.
Banyak pelajar dari berbagai latar belakang datang untuk belajar darinya, termasuk para pemimpin reformasi Islam yang kemudian berperan penting dalam perkembangan Islam di Indonesia.
Murid-muridnya
Para murid Ahmad Khatib memiliki banyak murid yang menjadi tokoh penting dalam sejarah Islam Indonesia. Murid-muridnya antara lain: Kiai Ahmad Dahlan, merupakan pendiri Muhammadiyah yang berperan dalam modernisasi pendidikan Islam di Indonesia.
Hadratu Syaikh Hashim Asyari, merupakan pendiri Nahdlatul Ulama, organisasi Islam terbesar di Indonesia. Sulaiman Ar-Rasuli merupakan pendiri PERTI yang kepanjangannya Persatuan Tarbiyah Islamiyah. Tokoh lain yang juga merupakan murid beliau adalah Abdul Karim Amrullah, ayah dari buya Hamka, penulis tafsir Al-Azhar.
Tahun Wafat
Syekh Ahmad Khatib Al-Minankabawi meninggal di Mekah pada tanggal 9 Oktober 1915. Hal ini dengan kata lain, ia meninggal di usianya yang belum genap enam puluh tahun. Beliau meninggalkan warisan yang sangat berharga dalam dunia pendidikan dan agama baik di Mekkah maupun Indonesia.
Namanya diabadikan di berbagai lembaga pendidikan dan masjid, termasuk Masjid Agung Sumatera Barat, sebagai penghormatan atas kontribusinya dalam menyebarkan ilmu dan nilai-nilai Islam.
Dengan demikian, Syekh Ahmad Khatib Al-Minankabawi tidak hanya seorang ulama tetapi juga seorang reformis yang berperan penting dalam perkembangan Islam di Indonesia dan dunia.
Wallahu A’lam
Oleh Muhammad Wildan