SERATLONTAR – Bila berbicara terkait kelompok Ahmadiyah, khususnya di Indonesia, persepsi yang terlintas di benak masyarakat adalah kelompok sempalan agama Islam. Ia juga dipandang sebagai kelompok yang mengakui adanya nabi pasca wafatnya Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Tidak dapat dimungkiri bahwa pendapat tersebut benar adanya, sebagaimana informasi yang disampaikan pada laman kemenag.go.id. hal tersebut kerap kali memicu konflik di akar-rumput masyarakat islam di Indonesia.
Namun tidak banyak masyarakat yang mengetahui asal muasal Ahmadiyah sebagai bagian dari kelompok Islam. Untuk itu, tulisan ini akan mengulas muasal kelompok tersebut, serta pandangan teologisnya. Supaya lebih jelas, simak penjelasan berikut ini:
Latar Belakang Sosiologis Kelahiran Kelompok Ahmadiyah
Ahmadiyah lahir dari berbagai permasalahan yang menimpa umat Islam di India. Kemiskinan, sikap konservatif, ajaran Islam yang bercampur dengan takhayul, dan konflik internal merupakan sebagian permasalahan yang melanda umat Islam di India pada saat itu.
Berbagai permasalahan yang terjadi, memicu terjadinya missionaris Kristen dan Hindu yang menyerang umat Islam.
Ahmadiyah lahir berawal dari gerakan pembaharuan dengan karakter liberal dan cinta damai. Alhasil menarik perhatian orang-orang yang telah lama hilang kepercayaannya terhadap pemahaman Islam lama.
Muhtador dalam artikel yang berjudul Ahmadiyah dalam Lingkar Teologi Islam (analisis Sosial atas Sejarah Munculnya Ahmadiyah mengungkapkan, pada muasal kemunculannya, Amahmadiyah mudah diterima oleh masyarakat India.
Salah satu dari sekian faktor kelompok itu mudah berterima ialah konsep teologinya yang meyakini adanya reinkarnasi. Mereka beranggapan bahwasannya Mirza Ghulam Ahmad merupakan reinkarnasi dari masing masing agama seperti Muhammad, Isa, dan Krishna.
Baca Juga: Manuskrip Hadis dan Tafsir dalam Catatan, Sejak Kapan Keduanya Muncul
Terpecahnya Kelompok Ahmadiyah
Sepeninggal Mirza Ghulam Ahmad, Ahmadiyah terpecah menjadi dua golongan yaitu Ahmadiyah Lahore dan Ahmadiyah Qadiyah.
Pertama, melansir dari skripsi yang berjudul, Jamaah Ahmadiyah Indonesia tulisan Farkhan, Ahmadiyah Qadiyan muncul berawal dari terpilihnya Mirza Basyiruddin Muhammad sebagai khalifah kedua Ahmadiyah. Ia mengumumkan ajaran yang berbunyi:
- Pendiri Ahmadiyah adalah nabi.
- Dialah yang diramalkan dalam surah as shaffat ayat 6.
- Semua orang Islam yang tidak berbaiat kepadannya adalah kafir.
Berdasarkan tiga hal tersebut maka Ahmadiyah Qadian memandang Mirza Ghulam Ahmad sebagai seorang nabi yang tidak membawa syariat baru dan mengkafirkan umat Islam lain yang berbeda pandangan.
Kedua, berbeda dengan ahmadiyah Qadiyah, Ahmadiyah Lahore memandang Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang mujadid atau pembaharu dan bukan seorang nabi.
Melansir dari skripsi yang berjudul Ahmadiyah Lahore di Yogyakarta 1924-1930: Suatu Pertumbuhan Awal Di Pulau Jawa tulisan Dwi Rendy Maulana, sekte ini bermula ketika Maulana Muhammad Ali gagal menyebarkan pengaruhnya di daerah Lahore untuk memisahkan diri dan membentuk golongan baru.
Pandangan teologis
Inti pemikiran Ahmadiyah adalah perfertologi (konsep kenabian) yang bersumber dari Ibnu Arabi. Ajaran tersebut mengatakan, nabi-nabi tak bersyariat sepeninggal Nabi Muhammad.
Melansir dari artikel yang berjudul Ahmadiyah: Sebuah Titik Yang Diabaikan tulisan Adi Fadl, dengan menyebutkan dirinya (Mirza Ghulam Ahmad) sebagai juru selamat. Atas dasar itu Ahmadiyah ditentang oleh banyak kalangan umat Islam di seluruh dunia. Hal tersebut tidak lain karena dianggap mengingkari Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir.
Demikian sedikit gambaran terkait muasal lahirnya kelompok Ahmadiyah perspektif sosiologis dan pandangan teologis mereka. Kelahirannya tidak lepas dari kepercayaan masyarakat lokal India yang meyakini konsep reinkarnasi. Dampaknya sedikit banyak mendapat pertentangan oleh kelompok islam global di berbagai tempat.
Oleh: Muhammad Wildan
Direktur seratlontar.com