SERATLONTAR – Karl Popper menjadi salah seorang filusuf yang memiliki sumbangsih besar terhadap perkembangan kajian Filsafat Ilmu. Gagasannya yang umum dikenal dengan Falsifikasi telah menjungkirbalikkan metode ilmiah yang telah menjadi hal umum kala itu. Generalisasi menjadi tolok ukur kebenaran ilmiah yang mana suatu data bila telah diuji kebenarannya secara ilmiah dan dikuatkan dengan penemuan serupa secara dalam kuantitas yang banyak.
Namun, sebelum lebih dalam membahas terkait teori falsifikasi temuan Karl Popper ini, mari simak sepintas tentang profil intelektual dirinya:
Karl R. Popper dan Latar Belakangnya
Popper memiliki nama lengkap Karl Raimund Popper. Ia lahir di kota Wina, Austria pada 28 Juli 1902. Secara geografis, tanah airnya bersebelahan dengan Jerman, negeri yang kelah setengah abad dari kelahirannya menyerang Austria.
Wina terkenal degan lairnya banyak filusuf yang berpengaruh dalam kajian filsafat ilmu. Menurut filusuf dari tempat ini, teologi dan metafisika merupakan ilmu-ilmu yang tak dapat diverifikasi kebenarannya (tanpa makna).
Kala itu, induksi dianggap menjadi jantungnya metode penelitian ilmiah. Sederhananya, induksi ialah cara menarik kesimpulan umum dari kasus-kasus spesifik. Metode ini telah menjadi konsensus para filusuf sebagai metodologi termutakhir, termasuk mayoritas filusuf Wina.
Berdasarkan keyakinannya, Popper merasa menemukan solusi berbeda. Ia berpendapat bahwa hasil penelitian dapat disebut ilmiah jika dapat dikritik atau dibantah oleh data pembanding. Hal ini tentu berkebalikan dengan konsensus umum yang kala itu disepakati.
Tahun 1933, Popper menerbitkan tulisannya di Jurnal Erkenntnis tentang isi pikirannya terkait solusi yang berbeda dari teori induksi. Hasil penelitannya inikemudian ia kembangkan dalam bukunya yang berjudul Logik der Forschung. Buku ini pada perkembangannya telah diterjemahkan ke berbagai bahasa.
Pemikiran Popper tentang Falsifikasi
Secara umum, pengetahuan dapat dikatakan ilmiah apabila ia memiliki argumentasi yang kokoh, bahkan tak terbantahkan. Hal ini membutuhkan pengujian berulang-ulang sampai terwujudnya standar ini. Namun, Popper sulit mengakui pandangan ini valid. Sebab, bila kita membicarkaan Einstein, orang ini tidak perlu melakukan pembuktian secara berulang kali sampai dikatakan ilmiah.
Untuk memulai kritiknya atas pendekatan induksi ini, ia mengawali sebuah pertanyaan, bagaimana penguji dapat mengetahui kebenaran itu akurat di masa depan hanya dengan basis ia telah mengalami pengujian berulang kali. Ia berpendapat, hasil penelitian sains bukanlah muncul dari hasil observasi, melainkan hasil dari hipotesis-hipotesis. Hasil dari ragam hipotesis itulah muncul pengukuhan (hal yang memperkuat) ataukah bantahan.
Berdasar dari kesimpulan tesis itulah, ia berpendapat bahwa pengetahuan ilmiah bukanlah yang tak terbantahkan, justru sebaliknya, pengetahuan yang dapat dibantah. Gagasan pemikiran ini menjadi pemahaman yang melawan arus zamannya.
Kala itu, tolak ukur ilmiah berada pada seberapa banyak akumulasi eksperimen yang telah diuji kebenarannya, sehingga muncul penemuan ilmiah berdasar generalisasi. Maksud dari generalisasi ialah kebenaran ilmiah yang diakui oleh konsensus berdasar akumulasi eksperimen.
Kritik dan Kelemahan terhadap Teori Falsifikasi
Meski penemuan Karl Popper ini berdampak signifikan pada pengembangan Filsafat Ilmu, gagasan Falsifikasinya terdapat beberapa kelemahan. Falsifikasi tidak dapat diterapkan dalam ilmu fisika yang didalamnya terdapat kajian sejarah. Ia juga tidak cukup baik dalam menjelaskan posisi gagasannya untuk diterapkan pada kajian sejarah lainnya yang secara data telah disepakati.
Dalam beberapa kesempaan, ia menyatakan ilmu-ilmu sejarah bisa bersifat ilmiah dan hipotesis-hipotesis mereka dapat diuji. Akan tetapi hal ini tentu akan sulit bila menguji dari kacamata Popper, karena menemukan data pembanding dari prodak masa lampau. Wallahu A’lam
Tulisan ini merupakan ringkasan dari tulisan A. Setyo Wibowo dalam buku yang berjudul Cara Kerja Ilmu Filsafat dan Filsafat Ilmu dalam chapter yang berjudul “Falsifikasi Menurut Karl Raimund Popper“
Oleh: Muhammad Wildan