SERATLONTAR – setelah usai mengulas muasal lahirnya Ahmadiyah pada artikel yang ini, mari kita masuk lebih dalam ke ajaran utama pembaharuan Ahmadiyah. Tulisan ini tidak bermaksud memberi pencerahan ke
Ajaran Utama Pembaharuan Ahmadiyah
1. Penyaliban Nabi Isa Al-Masih
Melansir dari buku yang berjudul Ahmadiyah di Mata Cendekiawan Kumpulan Tulisan Cendekiawan Tentang Fenomena Ahmadiyah di Media Masa Tahun 2010‐2011 tulisan Adnan Buyung Nasution, sebagai gerakan pembaharuan yang bercorak liberal, Ahmadiyah meyakini bahwa nabi adalah manusia biasa yang bisa sakit dan memiliki ajal. Nabi isa dalam pandangan Ahmadiyah sudah wafat.
Hal tersebut yang membedakan pandangan Ahmdiyah dengan organisasi Islam lainnya yang memandang bahwa Nabi Isa masih hidup, jasad dan ruhnya masih bersemayam di langit.
2. Al-Mahdi Al-Mau’ud (Al-Mahdi Yang Dijanjikan)
Ahmadiyah juga meyakini akan turunnya Imam Mahdi yang muncul di akhir zaman. Kelompok ini memandang bahwa al Mahdi sudah turun, yakni Mirza Ghulam Ahmad. Sebagai catatan, tugas Al-Mahdi adalah memperkuat syariat yang dibawa Nabi Muhammad dan tidak menambah atau menguranginya.
3. Konsep Jihad
Poin ketiga ajaran utama pembaharuan Ahmadiyah adalah terkait Jihad. Jihad merupakan upaya untuk menyebarkan agama Islam dengan berbagai cara. Jihad yang mereka yakini bermacam-macam, mulai dari berdakwah, pendekatan kultural, maupun berperang apabila terdesak.
Ahmadiyah dalam hal ini melarang berdakwah dengan cara kekerasaan apalagi berperang. Dalam penelitian Daniyati Toyyibah yang berjudul Teologi Perdamaian Perspektif Ahmadiyah Qadian, Ahmadiyah meyakini bahwa, berperang sangat dilarang dalam Islam, sehingga merka seringkali berdakwah dengan pendekatan kasih sayang.
Jihad Selain Perang
Dalam konteks agama jihad identik dengan memperjuangkan ajaran agama Islam dengan sungguh sungguh. Bentuk aplikatif dari jihad bisa berbentuk peperangan (mengangkat senjata), dakwah, maupun jihad melawan diri sendiri (hawa nafsu).
Baca Juga: Kepercayaan Masyarakat Jawa Lama, Wali Songo, Hingga Datang Belanda
Melansir dari buku yang berjudul Jihad Masa Kini tulisan Ali Yasir, Jihad bisa dengan mengangkat senjata, namun menggunakan bom bunuh diri sebagai alasan untuk berjihad tidak diperbolehkan. Hal tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan seperti:
- Korban yang berjatuhan berasal dari berbagai golongan, sehingga besar kemungkinan umat Islam terkena dampaknya.
- Korban bom bunuh diri tidak sepenuhnya orang yang memerangi umat Islam
- Hawa nafsu memang untuk dikendalikan atau dilawan, namun tidak untuk dimatikan.
Selama tidak memenuhi empat hal, maka jihad mengangkat senjata tidak diperbolehkan. Adapun empat hal tersebut adalah sebagai berikut:
- Diperangi oleh orang kafir
- Dimusuhi oleh orang kafir
- Diusir dari tempat tinggal tanpa alasan yang benar
- Fitnah dan penindasan dimana mana karena agama.
Empat hal tersebut merujuk pada firman Allah surah Al–Hajj ayat 39 sebagaimana berikut:
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَٰتَلُونَ بِأَنَّهُمۡ ظُلِمُواْۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ نَصۡرِهِمۡ لَقَدِيرٌ ٣٩ ٱلَّذِينَ أُخۡرِجُواْ مِن دِيَٰرِهِم بِغَيۡرِ حَقٍّ إِلَّآ أَن يَقُولُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُۗ وَلَوۡلَا دَفۡعُ ٱللَّهِ ٱلنَّاسَ بَعۡضَهُم بِبَعۡضٖ لَّهُدِّمَتۡ صَوَٰمِعُ وَبِيَعٞ وَصَلَوَٰتٞ وَمَسَٰجِدُ يُذۡكَرُ فِيهَا ٱسۡمُ ٱللَّهِ كَثِيرٗاۗ وَلَيَنصُرَنَّ ٱللَّهُ مَن يَنصُرُهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ ٤٠
Artinya: 39. Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu 40. (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Tuhan kami hanyalah Allah”. Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa
4. Konsep Kenabian
Kenabian menjadi faham yang tidak lepas dari ajaran utama pembaharuan Ahmadiyah. Ahmadiyah mendefinisikan kenabian adalah orang yang dipilih tuhan untuk memimpin umat karena kesetiaannya terhadap tuhan. Atas dasar itulah Ahmadiyah membuka ruang bagi adanya nabi baru setelah Nabi Muhammad.
Ahmadiyah memiliki pandangan bahwasannya nabi Muhammad sebagai Khatamun Nabiyyin merupakan penutup dari para nabi yang membawa syari’at. Oleh karena itu sepeninggal Nabi Muhammad masih tetap ada nabi namun tidak membawa syariat baru.
Fungsi dari para nabi setelah Muhammad adalah meneruskan syariat terakhir. Dalam hal ini, jemaat Ahmadiyah -menurut Chatib Saefullah dalam artikel yang berjudul Ahmadiyah: Perdebatan Teologis dan Masa Depan Dakwah– memberikan pandangan Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi yang merupakan reinkarnasi dari nabi nabi terdahulu.
Mirza Ghulam Ahmad mengatakan maksud dari kata nabi adalah nabi dalam sudut pandang terminologi. Sampai akhir hayatnya, Mirza Ghulam tidak pernah mendeklarasikan dirinya sebagai nabi dalam arti yang sebenarnya.
Bukan Nabi Dalam Pengertian Umum
Namun sepeninggal Mirza, kelompok Ahmadiyah Qadian menganggap Mirza Ghulam sebagai nabi yang sebenarnya, nabi yang membawa risalah kenabian dan ajaran baru.
Nabi dalam hal ini bermakna etimologis, yakni nabi dalam makna bahasa yaitu atau bisa juga disebut dengan mujaddid (pembaharu). Mujaddid adalahorang yang bertugas mengembalikan ajaran Islam sebagaimana mestinya, setelah sekian lama syariat Islam menyimpang.
Orang yang terpilih menjadi mujadid akan mendeklarasikan dirinya bahwa dia adalah pemimpin rohani pada zamannya.
Kriteria Nabi (Mujadid)
Menurut buku tulisan Nanang Iskandar yang berjudul Mujaddid, Masih Dan Mahdi terdapat tiga kriteria orang bisa disebut dengan mujaddid yaitu:
1. Diangkat oleh Allah
Mujaddid adalah orang yang diangkat langsung oleh Allah swt. Pada awalnya banyak orang yang tidak mempercayainya, bahkan memusuhinya.
Hal tersebut terjadi karena manusia sulit membedakan mana yang haq mana yang bathil, sehingga para mujaddid untuk mengutarakan kebenaran pada akhirnya selalu mendapat banyak rintangan dari umat Islam.
Baca Juga: Review Buku ‘Kuliah Islam’ Karya Prof. Muchtar Lintang
2. Muncul Setiap 1 Abad Sekali
Mujadid atau akrab disapa nabi muncul tiap seratus tahun sekali sesuai penanggalan Hijriyah. Dasar dari pemikiran tersebut berasal dari surah al–Qadar tentang malam seribu bulan.
Ahmadiyah menafsirkan dalam sudah al Qadar bahwa ketika sudah mencapai seribu bulan maka akan terjadi kegelapan yang menimpa umat Islam. kemudian Allah menurunkan lailatul qadar atau wahyu yang cemerlang.
Melansir dari penelitianTeologi Perdamaian Perspektif Ahmadiyah Qadian tulisan Toyyibah, maksud dari wahyu ini adalah proses dimana Allah memilih orang untuk menjadi mujaddid melalui perantara wahyu. dalam hal ini, Mirza Ghulam dianggap sebagai mujaddid abad 19.
3. Mengadakan Pembaharuan (Tajdid)
Tajdid atau pembaharuan adalah gagasan yang mengandung tiga makna yang berkesinambungan. Adapun Tiga makna tersebut adalah: pertama, sesuatu yang diperbaharui itu sebelumnya sudah ada, dan jelas eksistensinya. Kedua, sesuatu itu telah usang dimakan zaman. Ketiga, sesuatu itu dikembalikan kepada keadaan semula.
Berdasarkan tiga unsur tersebut, fungi mujadid adalah mengembalikan ajaran agama Islam yang sudah rusak akibat penyimpangan yang dilakukan umat Islam.
Syariat akan tetap sampai akhir zaman, akan tetapi umat kian hari kian jauh dari syariat, oleh karena itu, mujaddid datang untuk memperbaiki pemahaman masyarakat terhadap syariat yang beraku, sehingga syariat berjalan layaknya sedia kala.
Konsep Nabi Menurut Mirza Ghulam dan Respon Pertentangannya
Meski Mirza Ghulam sudah menjelaskan bahwasannya istilah nabi dalam penisbatan dirinya hanya sebatas makna etimologi saja, namun hal tersebut memicu pertentangan keras dari sebagian umat Islam. Itulah yang dicatat Fadl dalam artikel yang berjudul Ahmadiyah: Sebuah Titik yang Diabaikan.
nabi secara umum dimaknai sebagai pembawa risalah, sedangkan nabi muhammad adalah penutup para nabi (khatamun nabiyyin). Oleh karena itu, istilah ini merupakan salah satu alasan mengapa sebagian besar umat Islam tidak menganggap bahwa ahmadiyyah merupakab agama baru yang berbeda dengan Islam.
Baca Juga: Kelompok Ahmadiyah: Mengenal Muasal dan Pandangan Teologisnya
Wahyu dalam Pengertian
Berkaitan dengan konsep nabi (mujaddid) menurut pandangan Ahmadiyah, tentu tidak bisa terlepas dari yang namanya wahyu. Setiap orang yang beriman memiliki kemungkinan mendapat wahyu dari tuhan. Namun tidak semua orang yang mendapat wahyu bisa dikatakan sebagai nabi.
Rumusan masalah ini memberikan pengertian bahwa wahyu bukan hanya sebatas kepada nabi saja, namun juga bisa kepada wali, hambanya yang beriman atau bahkan mujaddid.
Dalam hal ini, Ahmadiyah menganggap bahwa Mirza Ghulam adalah salah satu tokoh yang pernah mendapatkan wahyu dari tuhan.
Ahmadiyah menurut catatan Fadl dalam buku yang berjudul Ahmadiyah: Sebuah Titik yang Diabaikan memiliki tiga asas:
1. Al-Qur’an sebagai kitab suci yang sempurna dan terakhir.
2. Sunnah dengan keyakinan Nabi Muhammad adalah nabi terakhir dan tidak ada nabi setelahnya.
3. Pengakuan sepeninggal Nabi Muhammad pasti ada pembaharu (mujaddid) dan dalam hal ini Mirza Ghulam Ahmad adalah mujaddid abad 19 sebagai Al-Masih dan Al-Mahdi yang dijanjikan.
Wahyu yang diturunkan kepada para nabi untuk menegakkan syariat adalah wahyu nubuwat. Adapun wahyu yang diturunkan kepada hamba Allah yang beriman adalah walayat.
Wahyu yang diturunkan tidak kepada nabi dilukiskan dalam Al-Qur’an pada peristiwa maryam dan para murid Isa. Mirza Ghulam Ahmad mengemukakan bahwa wahyu yang telah ia dapat salah satunya adalah informasi bahwa isa telah wafat dan dimakamkan di srinagar, kashmir.
Pada waktu yang lain, tepatnya pada desemner 1888, Mirza mendapat wahyu untuk segera membaiat pada pengikutnya. Pada Januari 1889 ahmad menyebarkan pamflet mengenai ajakan untuk berbaiat kepadanya. Dua bulan berikutnya, Maret, ia membaiat di salah satu rumah muridnya di kota ludhiana.
Demikian artikel yang mengulas ajaran utama pembaharuan Ahmadiyah. Pada beberapa hal, tidak dapat dimungkiri, Ahmadiyah memiliki pemahaman yang menyimpang dengan arus besar umat Islam.
Oleh: Muhammad Wildan
Direktur seratlontar.com