SERATLONTAR – Manuskrip hadis dan tafsir menjadi salah satu kajian penting dalam studi Islam. Alasannya, keduanya menjadi disiplin ilmu dalam dunia Islam yang telah muncul pada periode awal, yakni masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Berbicara terkait manuskrip hadis dan tafsir, keduanya memiliki perbedaan baik dari yang paling populer di kalangan umat islam, maupun mana yang lebih tua. untuk manuskrip tafsir tampaknya jauh lebih muda daripada manuskrip hadis. Penyebabnya ialah penulisan hadis ke dalam suatu teks lebih awal dari tafsir.
Memang benar bila dikatakan tafsir telah muncul pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Akan tetapi yang perlu menjadi catatan adalah pada zaman tersebtu tafsir berpusat pada Rasul itu sendiri, sehingga apa yang ia katakan baik itu hukum maupun penafsiran, diklasifikasikan sebagai hadis, oleh sebab perkataan rasul.
Baru pada zaman sahabat dan tabi’in, tafsir sebagai disiplin ilmu tersendiri muncul. Kitab tafsir yang populer sebagai pertama kalinya dalam dunia islam ialah tulisan Imam At-Thabari yang judulnya Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an. Tanpa menunggu lebih lama lagi, berikut ini penjelasan terkait manuskrip hadis dan tafsir:
Manuskrip Hadis
Spekulasi Muasal Kemunculannya
Terdapat dua spekuliasi mengenai pertamakali ditulisnaya teks hadis. Pendapat pertama mengatakan bahwa hadis ditulis pertamakali sejak zaman nabi.
hal tersebut didasari pada Adanya tradisi kepenulisan Al-Qur’an, surat, dokumen, piagam, dan sejenisnya oleh sekretaris-sekretaris Nabi pada masa itu, baik atas dasar perintahnya maupun inisiatif sahabat.
Adapun tokoh yang setuju dengan pendapat ini adalah Al-Khathib Al-Baghdadiy (w. 463 H), al-A’zhami, Imtiyaz Ahmad, Nabia Abbot, Fuad Sezgin, Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, Abu Syuhbah, Abu Hasan al-Nadwiy.
Pendapat kedua mengatakan bahwa hadis ditulis pasca wafatnya nabi. hal tersebut didasarkan pada Adanya larangan untuk menulis hadis karena khawatir akan tercampur dengan al Qur’an.
Penyebaran hadis menggunakan tradisi lisan ketimbang tulisan, sebab kuatnya hafalan yang dimiliki oleh para sahabat Nabi Muhammad SAW.
Adapun tokoh ang setuju dengan pendapat ini adalah al-Kattaniy (w. 1345 H), Abu Rayyah, Rasyid Ridla, Taufiq Shidqiy, William Muir, Sprenger, Juynboll, Goldziher, dan Schacht.
Baca Juga: Kepercayaan Masyarakat Jawa Lama, Wali Songo, Hingga Datang Belanda
Perkembangan Hadis dari Masa Nabi sampai Tabi’in
Hadis pada era nabi berkembang pesat melalui tradisi lisan yang disandarkan pada sanad. Selain itu, hadis juga berkembang dengan tulisan meski tidak terlalu pesat perkembangannya. Era nabi semua hadis sangat jauh dari unsur pemalsuan karena nabi masih hidup.
Beranjak ke era tabi’in, pemalsuan hadis semakin masif karena berbagai kepentingan terlebih lagi kepentingan politik. Oleh karena itu pada masa umar bin abdul aziz dibuatlah kodifikasi kitab hadis.
Beranjak menuju masa tabi’it tabi’in penyusunan hadis disepsifikasikan berdasarkan subjek tertentu. Masa ini juga memuat penggabungan hadis nabi, qaul sahabat dan qaul tabi’in.
Pada masa tabiul atba’ (periode ketiga) penyusunan hadits lebih diperketat berdasarkan kualitasnya (adanya derajat hadits dari segi ke-shahih-andan ke-dhaif-annya).
Penyusunan kaidah tashhih hadits. Pemilahan atau pemisahan antara hadits Nabi dengan qaul shabiy dan qaul tabi’in. Contohnya: shahih Bukhari, shahih Muslim, sunan al-Tirmidzi, sunan Abu Daud, sunan Ibn Majah, sunan al-Nasa’i, musnad Ahmad ibn Hanbal.
Baca Juga: Ragam Penafsiran Al-Qur’an di Masa Modern dan Kontemporer
Manuskrip Tafsir
Tafsir Jalalain merupakan kitab tafsir yang sering dikaji oleh pesantren tradisional terutama di Jawa. Ditulis oleh Jalaludin Al-Mahalli dan Jalaludi As-Suuthi. Tafsir Jalalai banyak ditulis oleh kiyai ulama’ terdahulu.
Contohnya seperti salinan (manuskrip) jilid kedua yang telah ditemukan di Dukuh Kauman, Desa Karangturi, Lasem Rembang dan tersimpan di perpustakaan Masjid Jami’ Lasem.
Pemilik Manuskrip ini adalah Mbah Topo, dan diperkirakan sudah berumur 146 tahun. ditulis pada 1294 H atau 1873 M dalam bahasa Arab.
Manuskrip ini dimulai dari Juz 15-30 yang dimulai dari surah al-Kahfi hingga An-Nas, namun tidak memiliki nomor halaman. Diitulis dengan ketebalan 5cm, dan berukuran 31×21 m.
Ukuran teksnya 23×14 cm, kecuali hal 1 dan 2 yang ukurannya 17×12 cm. Ada 23 baris setiap halaman, kecuali hal 1 dan 2, hanya 13 baris. Teks pada halaman 1 dan 2 menggunakan Iluminasi, sedangkan seterusnya tidak.
Kertas yang digunakan memiliki watermark (cap), bergambar lingkaran, didalamnya ada seperti gambar singa, dan dibagian atasnya ada seperti Mahkota Menggunakan tinta hitam dengan tulisan Arab gundul. Ayat al-qur’an berwarna merah biasa disebut rubrikasi.